Pemerintah Prioritaskan Tenaga Honorer Menjadi PNS

25-Jan-2010
Persoalan tenaga honorer yang belum diangkat menjadi PNS nampaknya mulai menemukan titik terang. Dalam Rapat Kerja Gabungan Komisi II, VIII dan X DPR dengan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi E.E Mangindaan, Menteri Agama Surya Dharma Ali dan Menteri Pendidikan Nasional M. Nuh yang dipimpin Ketua Komisi II Burhanuddin Napitupulu (F-PG) didampingi Abdul Kadir Karding (F-PKB), Mahyuddin (F-PD), Heri Akhmadi (F-PDI Perjuangan) dan Taufik Effendi (F-PD) di ruang KK II Gedung Nusantara DPR, Senin (25/01), terungkap bahwa pemerintah dalam menerima formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) lebih mengutamakan tenaga honorer.

Menurut E.E Mangindaan, hal itu terbukti dari langkah yang diambil pemerintah dalam kurun waktu tahun 2005-2009. ”Sudah dilaksanakan penyelesaian tenaga honorer sejak 2005-2009,” katanya.

Jumlah tenaga honorer yang menanti untuk diangkat menjadi CPNS di seluruh wilayah Indonesia mencapai ribuan orang. Dalam kurun waktu tersebut, lebih dari setengahnya telah diangkat menjadi PNS.

”Tenaga honorer berjumlah 920 ribu lebih dan sebanyak 899 ribu telah ditetapkan menjadi PNS,” ujar E.E Mangindaan yang juga mantan Ketua Komisi II DPR Periode lalu.

Dalam pertemuan itu, Menpan dan Reformasi Birokrasi menegaskan bahwa pemerintah tetap memprioritaskan pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS. Tenaga honorer yang terbanyak diangkat menajdi PNS adalah guru, tenaga kesehatan dan tenaga penyuluh.

”Selama tahun 2005 sampai 2009, penerimaan PNS lebih banyak dari honorer,” jelas E.E Mangindaan seraya menegaskan bahwa pemerintah mengutamakan tenaga honorer menjadi PNS.

Sementara itu Yassona H Laoly (F-PDI Perjuangan) dalam pertemuan itu menilai pemerintah masih kurang serius dalam menangani permasalahan tenaga honorer. Menurutnya ketidakhadiran Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan dalam pertemuan itu dapat mencerminkan kekurangsungguhan pemerintah dalam menyelesaiakn persoalan ini.

”Ada Kementrian yang tidak serius menangani hal ini,” katanya.
Ia mendesak adanya jaminan dari presiden dalam menyelesaikan persoalan tenaga honorer yang akan diangkat menjadi PNS.

Hujan Interupsi

Sebelum Rapat Kerja Gabungan tersebut dimulai, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso membuka pertemuan itu. Hujan interupsi langsung menandai dibukanya Rapat Kerja Gabungan.

Sejumlah Anggota Dewan mempermasalahkan ketidakhadiran Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan dalam pertemuan itu. Sejumlah Anggota Dewan diantaranya Hasrul Azwar (F-PPP), Ganjar Pranowo (F-PDI Perjuangan) dan M. Oheo Sinapoy (F-PG) meminta Wakil Ketua DPR mempertanyakan mandat yang diberikan kepada pengganti Menteri yang tidak dapat hadir di Rapat Gabungan.

Dewan tidak ingin hasil pertemuan Rapat Kerja Gabungan hanya menghasilkan rekomendasi lagi bukan keputusan yang lebih maju. M. Oheo Sinapoy dalam interupsinya menilai ujung dari permasalahan ini tetap berada di Menteri Keuangan karena menyangkut persoalan anggaran.

”Masalah krusial ada di Menkeu,” katanya.
Setelah Priyo memberi waktu kepada tiga wakil menteri untuk memberi penjelasan atas mandat yang diberikan, akhirnya Rapat Kerja Gabungan tersebut dapat berlangsung.

Sementara itu Jazuli Juwaeni (F-PKS) dalam interupsinya meminta supaya menteri yang tidak mendukung ataupun mengelak hasil pertemuan ini untuk di reshuffle. ”Siapa (menteri) yang mengelak, kita minta Presiden untuk mereshuffle,” tegasnya. (bs)

Dua Alternatif Selesaikan Tenaga Honorer

Kamis, 28 Januari 2010 - 13:27 WIB

JAKARTA (Pos Kota)- Menpan dan Reformasi Birokrasi, E.E. Mangindaan  mengemukakan, ada 2 alternatif penyelesaian masalah tenaga honorer.

Pertama, tenaga yang masih dibutuhkan oleh instansi pemerintah diberi kesempatan untuk tetap bekerja dengan status pegawai tidak tetap (pegawai pemerintah) sampai usia 56 tahun. Selain itu, penghasilan mereka ditingkatkan menjadi serendah-rendahnya upah minimum propinsi, dengan memberikan asuransi kesehatan dan tunjangan hari tua. 

Apabila alternatif ini disetujui oleh anggota DPR, kebijakan ini akan dirumuskan kembali untuk diakomodir dalam Peraturan Pemerintah tentang Pegawai Tidak Tetap/Pegawai Pemerintah.

“Kebijakan ini selain dapat menjaga kualitas dan profesionalisme PNS, juga sejalan dengan gerakan reformasi birokrasi,” ujar Mangindaan.

Alternatif kedua, bagi tenaga honorer yang memenuhi syarat  sesuai PP No. 48 tahun 2005 jo PP 43 tahun 2007 tetapi tidak masuk dalam data base BKN, akan diambil langkah untuk diadakan verifikasi dan validasi data tenaga honorer ke lapangan. Caranya dengan membandingkan data yang dilaporkan ke BKN dengan dokumen  dan keberadaan tenaga honorer yang bersangkutan. Hal ini juga untuk menghindari pemalsuan data. (faisal/B)




KOMISI II DESAK PEMERINTAH SELESAIKAN TENAGA HONORER

10-Nov-2009

  Komisi II DPR RI mendesak Pemerintah untuk segera menyelesaikan pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Hal ini disampaikan saat menerima DPP Persatuan Honorer Sekolah Negeri se Indonesia, Senin (9/11) di gedung DPR.

  Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II Ganjar Pranowo (F-PDIP) mengatakan bahwa Komisi II juga akan mendesak Pemerintah untuk segera mengeluarkan revisi PP Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS.

Ganjar menambahkan, jika Perwakilan guru honorer sudah mendapatkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tersebut, sebaiknya juga menyampaikan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, pasal-pasal mana yang perlu dilakukan perubahan.

Masalah guru honorer yang belum diangkat menjadi CPNS menjadi keprihatinan di Komisi II. Namun bukan hanya guru honorer tapi juga tenaga-tenaga honorer yang lain.

Sebetulnya, kata Ganjar, Komisi II cukup concern memperjuangkan tenaga honorer. Hal ini dapat dilihat dari hasil rapat Komisi II periode lalu pada tanggal 20 Mei 2009, yang kesimpulannya diantaranya mengatakan bahwa perlu dipertimbangkan solusi untuk mengakomodir tenaga honorer yang berusia di atas 46 tahun.

Kesimpulan yang lain mengatakan, untuk menjamin objektivitas perlu dipertimbangkan pelaksanaan seleksi tertulis yang dilakukan oleh lembaga independent. Pertimbangan independent ini, berdasarkan pertimbangan jangan sampai terjadi karut marut yang terjadi di tubuh birokrasi.

Selain itu, perlu dipertimbangkan pemberian atau kompensasi bagi tenaga honorer yang belum lulus seleksi administrasi, namun mempunyai masa kerja puluhan tahun.

Untuk menjamin kepastian pengangkatan jumlah tenaga honorer, maka dalam draft RPP harus menegaskan bahwa tenaga honorer yang akan diselesaikan adalah yang tidak tertampung dalam PP 48 Tahun 2005 junto PP 43 Tahun 2007.

“Sikap DPR sangat jelas, tidak mencampuradukkan dengan formasi baru atau pendaftaran tenaga honorer baru,” kata Ganjar.

Ganjar menambahkan, Komisi II tanggal 18 November ini akan mengadakan rapat kerja dengan Menpan yang salah satu agendanya seratus hari Kementerian PAN termasuk didalamnya penuntasan pengangkatan tenaga honorer.

Mudah-mudahan permasalah tenaga honorer ini akan mendapatkan jawaban dan dapat dituntaskan pada rapat yang akan datang. Karena, kata Ganjar, sebetulnya permasalahan tenaga honorer ini harus sudah diselesaikan pada Okteober 2009.

Pada kesempatan tersebut, Didi Afriadi, guru honorer dari Jakarta meminta Komisi II agar segera mendesak Pemerintah untuk mengesahkann PP tentang Pengangkatan Tenaga Honorer tersebut.

Dia juga meminta agar Pemerintah meninjau kembali bunyi PP Pasal 2, 4, 6 dan 8. Karena menurut Didi bunyi RPP tersebut belum mengakomodir kepentingan tenaga honorer yang akan diangkat menjadi CPNS. (tt)

STATISTIK

ADVERTISE

***KOMENTAR ANDA AKAN TAMPIL DI SINI KETIKA ANDA MEMBERI KOMENTAR PADA POSTING BERITA KAMI***
Cyber Banjarnegara